- Choi Si-Won Super Junior
- Im Yoon-Ah SNSD
- Yoo-Ri SNSD
- Jessica SNSD
Pernahkah kalian
mencintai seseorang yang amat berbeda dengan kalian? Atau pernahkah kalian
menonton serial Playful Kiss yang menceritakan kisah cinta antara pria super
sempurna dengan wanita bodoh dan ceroboh? Mungkin seperti itulah hal yang aku
alami sekarang. Aku, Im Yoon-Ah, menyukai seorang pria yang amat berbeda
denganku. Ia adalah Choi Si-Won, pria terpintar di sekolahku. Selain pintar,
wajahnya yang tampan membuat banyak surat cinta terdapat di lokernya setiap
hari, kepribadiannya yang baik membuat seluruh guru di sekolahku sangat menyukainya,
ditambah dengan predikatnya sebagai ‘Tuan Muda Hyundai’ karena ia merupakan
anak laki-laki dari pemilik Hyundai Department Store.
Mungkin kalian akan
berkata, ‘Hey bukankah ini sama saja
dengan cerita playful kiss’ atau ‘Apa-apaan
ini? Kenapa kau meniru kisah cinta Baek Seung-Jo dan Oh Ha-Ni?’. Bukan!
Bukan maksudku untuk menirunya. Aku amat
kaget waktu pertama kali melihat serial itu ditayangkan di TV. Aku tidak pernah
menyangka kalau di dunia ini ada seseorang yang bisa membuat cerita percintaan
yang amat mirip dengan cerita cinta dalam kehidupannku.
Sebenarnya ada beberapa hal yang membedakan antara
kisah cinta dalam playful kiss dan kisah cintaku. Pertama; aku dan Si-Won
adalah teman sejak kecil, tidak seperti Oh Ha-Ni dan Baek Seung-Jo yang tidak
saling mengenal satu sama lain sebelum mereka masuk SMA. Kedua; aku tidak
seperti Oh Ha-Ni yang berani menyatakan cintanya kepada Baek Seung-Jo dengan
surat, aku lebih memilih memendam perasaanku sendiri selama bertahun-tahun dan
berharap Si-Won akan mengetahuinya suatu saat nanti. Ketiga; Baek Seung-Jo
tidak pernah diceritakan berpacaran walau dengan Hong Jang-Mi atau Yoon
He-Ra—Wanita yang paling dekat dengan dirinya selain Oh Ha-Ni—atau wanita
manapun, amat berbeda dengan Si-Won, yang sekarang sedang makan di meja yang
tidak jauh dari meja tempatku bersama Jessica Jung, pacar barunya. Sejujurnya,
selain predikat ‘Tuan Muda Hyundai’ yang melekat padanya, ia juga punya julukan
lain yaitu ‘Playboy Choi’.
“Yoon-Ah ya...”
Lamunanku seketika itu hilang. Aku menengok dan
mendpati Yoo-Ri sudah berada berada di sampingku. “Ah, Kenapa?”
“Kau tidak makan? Sebentar lagi bel masuk akan
berbunyi.” Ucap Yoo-Ri sambil menunjuk-unjuk makananku yang masih utuh.
“Nafsu makanku tiba-tiba hilang. Bagaimana kalau kita
langsung ke kelas? Atau kita pura-pura sakit dan ke UKS? Aku malas masuk
pelajaran Kim Sonsaengnim yang membosankan itu.” Ajakku kepada Yoo-Ri yang
langsung ditanggapi dengan anggukan kepala setuju olehnya.
Pelajaran matematika yang diajarkan oleh Kim
Sonsaengnim memang membosankan namun biasanya aku hanya akan duduk di bangkuku
dan menahan rasa kantuk yang disebabkan pelajaran yang membosankan itu. Hari ini entah mengapa terasa berbeda bagiku
setelah tadi pagi kudengar kabar bahwa Si-Won berpacaran dengan Jessica Jung,
murid pindahan yang sudah menjadi bahan pembicaraan sejak awal kepindahannya.
Aku mengakui kecantikan dan kepintaran Jessica yang membuatnya sangat populer
sejak hari pertamanya di sekolah, namun aku tidak menyangka akan secepat itu
Si-Won memulai hubungan barunya dengan wanita lain hanya selang beberapa hari
sejak ia putus dari pacarnya yang bersekolah di sekolah lain.
“Namanya juga
‘Playboy Choi’ pasti cadangan perempuannya banyak!” Kata Yoo-Ri tadi pagi
ketika kuberitahu tentang berita pacarannya Si-Won dengan Jessica.
“Lupakanlah si
‘Tuan Muda Hyundai’ itu dan beralihlah ke pria lain” Ucap Yoo-Ri selalu
kepadaku setiap ada kabar kalau Si-Won mempunyai pacar baru.
“Lihatlah Lee
Hyuk-Jae itu, ia masih setia menunggumu untuk menjadi pacarnya selama
bertahun-tahun! Lebih baik kau lupakan hubungan masa kecilmu dengan Choi Si-Won
itu dan beralihlah kepadanya.” Ini adalah contoh ucapan Yoo-Ri kepadaku
ketika tanpa sengaja ia melihat Lee Hyuk-Jae yang sedang mencuri-curi pandang
kepadaku dari luar jendela kelas ketika ia sedang melewati kelasku.
Ketika mengingat-ingat ucapan-ucapan Yoo-Ri kepadaku
ini, entah mengapa hatiku miris mendengarnya. Bukan hanya karena Yoo-Ri adalah
orang satu-satunya yang paling mengerti diriku tapi juga karena ucapannya itu,
entah mengapa sangat mengena di hatiku dan membuatku sadar bahwa Si-Won
bukanlah ditakdirkan untukku.
“Aaahhh.... entah mengapa aku sangat kangen dengan
tempat ini!” Teriakan Yoo-Ri lagi-lagi membuatku sadar dari lamunanku. “Kapan
ya terakhir kali kita kesini untuk menghindari pelajaran matematika? Sepertinya
sudah lama sekali sampai-sampai aku lupa kapan itu.”
Aku tertawa kecil. “Bukankan itu baru dua bulan yang
lalu, waktu kau bilang bahwa kau sedang sakit perut dan tidak minat belajar
matematika lalu kita kesini.”
“Ah, kau benar!” Yoo-Ri mengacungkan telunjuknya
sambil tertawa.
“Yoon-Ah
ya, bagaimana kalau pulang sekolah ini kita ke noraebang (tempat karaoke)?”Ajak
Yoo-Ri.
Aku berpikir sebentar kemudian mengangguk. Ya,
menurutku berkaraoke ria mungkin bisa meringankan sedikit kesedihanku karena
Si-Won hari ini.
@@@
Hujan turun hanya
rintik-rintik ketika kami keluar dari noraebang dan pergi ke tempat fast food
terdekat untuk mengisi perut kami, namun ketika kami mulai memakan makanan
kami, hujan turun dengan amat derasnya disertai dengan kilat yang benar-benar
menakutkanku.
“Bagaimana ini... Sepertinya hujan belum menunjukkan
tanda-tanda mau berhenti.” Ucap Yoo-Ri kecewa sambil melihat ke luar lewat jendela
kaca yang ada di sebelah kami.
“Sepertinya kita terpaksa menunggu disini.” Ucapku
sama kecewanya dengan Yoo-Ri. Badanku rasanya amat lelah dan tidur adalah
satu-satunya hal yang ingin aku lakukan sekarang setelah puas berteriak-teriak
tadi.
Kami berdua terdiam selama beberapa saat dan terus
melihat ke luar jendela, memandangi keadaan langit yang tidak menunjukkan
tanda-tanda hujan akan berhenti. Petir beberapa kali menyambar dan itu cukup
menyeramkan untukku sehingga membuatku mengalihkan pandanganku ke tempat lain.
Saat itulah, setelah beberapa kali mengalihkan pandanganku dari jendela kaca
yang ada tepat di sebelahku, mataku bertemu dengan matanya. Mata yang
benar-benar amat kukenal. Mata yang mempunyai sorot yang amat tajam namun
menyejukkan itu memandangku dengan ekspresi aneh sekaligus bertanya-tanya.
Sedetik kemudian pemilik mata itu, bersama dengan seseorang disebelahnya,
menghampiri mejaku dan Yoo-Ri kemudian berkata, “Astaga, apa yang kau lakukan
disini, saat petir sedang menyambar-nyambar seperti ini? Bukankan kau takut
petir?!”
Aku terdiam, tidak bisa berkata apa-apa. tatapanku
turun dari matanya ke tangannya yang sekarang sedang menggandengan tangan
seorang wanita. Entah mengapa hatiku sakit bagaikan ada pisau yang
mengiris-irisnya.
“Choi... Choi Si-Won... Apa yang kau lakukan disini?”
Yoo-Ri memecahkan keheningan, membuatku sadar.
“Makan, tentu saja. Memangnya apa lagi yang bisa
dilakukan disini selain memesan makanan untuk mengisi perut yang lapar.” Ucap
Si-Won, masih dengan menggandengan Jessica Jung yang ada di sebelahnya.
Sebelumnya sudah kujelaskan bahwa langit tidak
menunjukkan tanda-tanda akan mengakhiri hujannya, namun petir berkurang dan hujan agak mereda begitu
Si-Won menampakkan dirinya di hadapanku. Seperti Sihir!
“Ah, hujannya sepertinya sudah agak reda, kau mau
pulang bersama?” Ajak Siwon sambil tersenyum kepadaku. Senyumannya itu, entah
mengapa bisa membuatku mengangguk tanpa pikir panjang!
@@@
“Kau ingat kan tentang teman masa kecilku, Yoon-Ah,
yang kemarin kuceritakan kepadamu?” Siwon sedang menyetir dan berbicara dengan
Jessica yang duduk di sebelahnya.
“Ah! Temanmu yang kau ceritakan pernah mandi
bersamamu saat kalian berumur 3 tahun? Si ‘ciuman pertama’ itu kan?” Jawab
Jessica dengan lantang kemudian menghadap ke bangku belakang—ke arahku—dengan
senyumannya. “Aku sangat iri denganmu.”
Wajahku seketika memerah. Mendengar ucapan Jessica
itu, Yoo-Ri langsung menatapku, menuntut penjelasan.
“Itu... Itu hanya kenangan masa kecil.” Ucapku tanpa
berpikir. Aku memang sudah tidak bisa berpikir sekarang.
Siwon hanya tertawa kecil, matanya masih fokus
memperhatikan jalan yang basah akibat hujan. Akupun hanya diam dan bicara
seadanya sambil berusaha menghindari kontak mata dengan Jessica yang
terus-terusan menanyaiku tentang Si-Won ketika masih kecil.
“Yak, Sampai!” Ucap Si-Won ketika mobilnya berada
tepat di depan rumah Yoo-Ri. Yoo-Ri kemudian memakai tasnya, mengucapkan terima
kasih kepada siwon dan selamat tinggal kepadaku serta Jessica.
Selang beberapa menit kemudian mobil Si-Won sampai
disebuah rumah berpagar merah. Rumah itu amat indah karena dikelilingi taman
disekitarnya. Rumah itu adalah rumah milik Jessica yang ternyata jaraknya tidak
begitu jauh dari rumah Yoo-Ri. Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada kemi
berdua, Jessica memasuki rumahnya yang yang indah itu dengan perlahan. Dari
belakang, langkah Jessica terlihat bagaikan model yang sedang berjalan di
catwalk.
“Apa yang kau lamunkan disana? Cepat pindah kedepan,
memangnya kau kira aku supir.” Kata Si-Won sambil menatapku lagi-lagi dengan
senyuman mautnya yang membuatku segera berpindah dari kursi belakang ke kursi
depan yang barusan ditempati Jessica.
“Menurutmu Jessica bagaimana? Bagus kan?” Siwon
memlai percakapan.
“Ah, emmm... Ya.... Baik.” Jawabku asal. Aku terlalu kaget dengan pertanyaan Si-Won
yang tiba-tiba itu.
“Hanya... Baik?”
Aku menatap Siwon. Ia sepertinya menuntutku untuk
memberikan jawaban yang lebih baik.
“Maksudku... Jessica Baik untukmu. Sepertinya kalian
akan cocok.”
Si-Won tersenyum, “Benarkah?”
Aku mengangguk. Hatiku kembali terasa sakit seperti
teriris pisau.
Keadaan kembali hening. Perjalanan dari rumah Jessica
sampai ke rumahku dan rumah Si-Won yan berdekatan memang cukup jauh, ditambah
dengan macetnya jalanan karena sekarang jam pulang kerja, alhasil kami hanya
terjebak di kemacetan tanpa bergerak sedikitpun.
“Haaahhh... Bagaimana ini? Macet begini bisa-bisa
baru sampai rumah malam.” Ucap Siwon sambil menyandarkan tubuhnya.
“Bagaimana dengan pacarmu? Dia tidak menghubungimu?”
Pertanyaan Si-Won membuatku mengerutkan kening.
‘Pacarku’ katanya? Sejak kapan aku punya pacar?
“Ya! kalau orang bertanya padamu kau harus
menjawabnya.”
“Aku tidak punya pacar.” Jawabku singkat, toh memang
itu yang sebenarnya.
“Apa? Kau mau berbohong kepadaku ya? Kau kira kau
tidak tahu kalau kau pacaran dengan anak kelas B. Siapa namanya? Lee Hyuk...
Jin?”
Aku menatap Si-Won dengan tatapan bingung. “Aku belum
pernah dengar ada murid bernama Lee Hyuk-Jin di angkatan kita. Apa maksudmu Lee
Hyuk-Jae, ketua kelas di kelas B?”
“Aaahh... Jadi namanya Lee Hyuk-Jae?” Siwon
mengangguk-angguk. “Apa Hyuk-Jae itu tidak menghubungimu? Kulihat sejak tadi
kau tidak memegangi ponselmu sama sekali.”
Aku melihatnya dengan tatapan bingung. “Memangnya
untuk apa dia menghubungiku?”
“Bukankah kau pacanya?” Siwon membalikkan pertanyaan.
Aku tertawa kecil. “Astaga! Kau dapat gosip dari mana
sih? Aku tidak pacaran dengannya. Aku bahkan tidak begitu mengenalnya.”
Si-Won menatapku dengan pandangan tidak percaya. “Kau
serius?”
Aku mengangguk. “Aku 1000% serius!”
Si-Won tersenyum. “Baguslah! Karena sepertinya.....
aku masih belum bisa melepaskanmu ke pria lain.”
Kini berganti aku yang memandang Si-Won dengan
pandangan tidak percaya.
@@@
“APA?? SI-WON BILANG SEPERTI
ITU??”
Yoo-Ri berteriak tepat di telingaku. Walaupun hanya
melalui telepon tapi suaranya amat kencang seperti ia benar-benar ada di
sebelahku.
“Kau tidak salah dengar kan? Masa Si-Won bilang
begitu?” Lagi-lagi Yoo-Ri menyatakan ketidakpercayaannya.
“Sepertinya sih tidak!” Jawabku kurang meyakinkan
meyakinkan.
“Haaahhh...” Terdengar suara helaan dari Yoo-Ri. “Apa
sih sebenarnya yang Si-Won pikirkan dengan berkata seperti itu? Memangnya dia
ingin memiliki seluruh perempuan di dunia ini?!”
“Su... Sudahlah, lebih baik kita lupakan hal ini,
ya?”
“Benar, lebih baik hal ini dilupakan. Memikirkan
perkataan si ‘Tuan Muda Hyundai’ itu hanya membuatku emosi.” Ucap Yoo-Ri. “Ah, ngomong-ngomong apa maksud
dari perkataan Jessica tadi sore? Waktu dia bilang ‘ciuman pertama’?”
Mendengar pertanyaan Yoo-Ri tiba-tiba saja tubuhku
membeku seketika. “Itu... Itu...”
“Apa?”
“Itu... Itu hanya lelucon masa kecil kok.” Jawabku
sambil menggaruk-garuk kepala yang padahal sama sekali tidak terasa gatal.
“....”
“ Yoo-Ri...”
“Aku tahu kau sedang berbohong, kau pasti sedang
garuk-garuk kepala kan sekarang?”
Aku langsung buru-buru menurunkan tangan kiriku dari
kepala. “Bagaimana...”
“Kau pikir aku orang yang baru mengenalmu, hah?
Selain orangtua-mu dan Choi Si-Won si playboy itu, akulah orang yang paling
mengenalmu. Nada bicaramu akan jadi aneh dan kau akan selalu menggaruk-garuk
kepalamu ketika kau berbohong.”
“Benarkah?” Tanyaku tak percaya.
“Tentu saja! Maka dari itu, jangan coba-coba
berbohong padaku!” Ucap Yoo-Ri tegas. “Aku mengantuk, kita teruskan besok ya.
Ingat! Kau hutang penjelasan padaku.”
Telepon terputus.
@@@
Pagi ini merupakan pagi yang amat mendebarkan
untukku. Ketika kakiku baru menginjak lantai sekolah, aku dikejutkan dengan
omongan seorang hobae (junior) yang membicarakan tentang Si-Won. Walaupun aku
tidak mendengar keseluruhan ucapan mereka namun ada satu hal yang aku tangkap
dan merupakan inti pembicaraan mereka yaitu berakhirnya hubungan Si-Won dengan
Jessica. Aku juga sayup-sayup mendengan kata ‘mading’ disebutkan oleh salah
seorang dari mereka yang membuatku langsung berlari ke arah mading sekolah yang
letaknya amat berlawanan dengan ruang kelasku. Ternyata benar! Sepertinya dari
sanalah asal gosip ini beredar di sekolah. Rupanya ada seseorang yang
menyebarkan berita ini lewat mading sekolah. Seseorang yang tidak mencantumkan
identitas dirinya sama sekali.
Setelah beberapa kali membaca rtikel tersebut akupun
memutuskan untuk kembali ke kelasku karena bel masuk sudah berbunyi. Dengan langkah
gontai, aku menyeret kedua kaki ku untuk menaiki tangga sampai ke lantai 2. Aku
masih tidak dapat percaya bahwa berita itu benar. Bukankah mereka baru saja
berpacaran kemarin? Bukankah kemarin hubungan mereka baik-baik saja? Aku bahkan
sempat beberapa kali melihat Si-Won yang tersenyum ketika membalas pesan
singkat dari Jessica. Entaha mengapa semua kejutan ini benar-benar membuatku
gila!
“Kau sudah dengar? Si-Won digosipkan putus dengan
Jessica!” Ucap Yoo-Ri bahkan sebelum aku sempat duduk di bangku ku.
“Mereka baru saja berpacaran kemarin kan? Apa mungkin
hubungan mereka hanya berjalan sesingkat itu?” Yoo-Ri kembali melanjutkan
kata-katanya.
Aku tidak menggubris perkataan Yoo-Ri sedikitpun dan
berusaha mengalihkan perhatianku darinya dengan mengaduk-aduk isi tas ku
seperti aku sedang mencari sesuatu di dalam tas.
“Ya! Kau mendengarkanku tidak sih!” Yoo-Ri mulai
kesal denganku yang tidak menggubrisnya sama sekali.
“Ya, aku mendengarmu.” Jawabku singkat.
“Lalu apa komentarmu tentang gosip ini?”
Aku menaikkan pundaku, memberi isyarat bahwa aku juga
tidak tahu harus berkata apa.
“Haaahh.... Dasar.” Ucap Yoo-Ri kemudian kembali ke
mejanya.
Sepanjang pelajaran hari ini, entah mengapa aku
benar-benar kehilangan konsentrasiku. Gosip putusnya Si-Won dengan Jessica yang
bahkan aku belum tahu kebenarannya itu terus-terusan berputar diatas kepalaku,
apalagi setelah aku tahu bahwa baik Jessica maupun Si-Won tidak masuk hari ini.
Rasanya aku ingin cepat pulang kerumah, berganti pakaian lalu lari ke rumah SI-Won
yang jaraknya hanya 3 rumah dari rumahku, menggedor-gedor pintunya lalu tanpa
izin masuk ke kamarnya dan langsung bertanya tentang kebenaran gosip ini.
Sungguh! Aku benar-benar sudah tidak tahan untuk mengetahui kebenarannya.
Beberapa saat yang lalu saat jam istirahat tiba,
Yoo-Ri sempat bertanya padaku bagaimana perasaanku sekarang. Apakah aku senang
atau sedih? Gembira atau merasa bersalah? Karena menurutnya kalau sampai gosip
ini benar, kemungkinan besar ucapan siwon padaku kemarin sorelah penyebabnya.
“Tidak mungkin!
Aku tahu benar siapa Si-Won dan aku juga tahu bahwa dia tidak menyukaiku sama
sekali.” Jawabku tadi ketika Yoo-Ri selesai menyampaikan dugaannya.
Aku amat yakin dengan jawabanku bahwa Si-Won tidak
menyukaiku. Aku tahu bahwa selama ini ia hanya melihatku sebagai teman masa
kecilnya, tidak lebih!
Saat bel pulang sekolah berbunyi, secepat kilat aku
keluar dari kelasku dan menuruni tangga dengan 2 anak tangga sekali lompat. Aku
bahkan tidak menggubris Yoo-Ri yang memanggil-manggil namaku. Saat ini yang
terpenting untukku adalah pulang dan mencari kebenaran dari Si-Won sekalipun
kebenaran itu akan menyakitiku.
Hanya butuh waktu 5 menit untukku sampai ke halte bus
terdekat yang biasanya akan memakan waktu 10 menit berjalan kaki. Aku bahkan nekat
menggedor-gedor pintu bus yang sudah berjalan dan minta dibukakan pintu sehingga
diomeli oleh penumpang bus lainnya. Kata ‘Pulang’ dan ‘Rumah’ terus menerus
menghinggapi otakku. Ketika turun dari bus-pun aku langsung berlari bagai
dikejar setan, namun langkahku berhenti 50 meter sebelum aku sampai di gerbang
rumahku. Kenapa? Karena aku melihatnya! Aku melihat orang itu!! Orang yang
sejak tadi pagi amat ingin kutemui. Orang yang pintu rumahnya ingin
kugedor-gedor untuk minta penjelasan. Orang yang telah membuatku berlari dari
ujung jalan raya sampai ke tempat ini.
Aku memandangnya. Wallaupun dari kejauhan, aku tahun
bahwa pandangan mata kami bertemu. Aku bahkan melihatnya tersenyum begitu ia
menyadari keberadaanku. Sedetik kemudian aku melihatnya berlari ke arahku,
masih dengan senyumannya.
“Kau sudah pulang?” Tanyanya ketika ia hanya berjarak
5 meter dariku.
Aku hanya bisa diam. Tatapanku masih terpaku pada
wajahnya.
“Yoon-ah ya... Gwaenchanha?”
“Aku... Aku...”
“Kau kenapa? Kau sakit ya?” Tanya Si-Won kembali,
kali ini ia memegang bahuku yang membuatku membeku seketika.
“Bisakah... Kita bicara?” Aku memberanikan diri untuk
bertanya. “Hanya sebentar, bisakah?”
Tanpa banyak bicara ataupun bertanya, Si-Won
mengangguk. “Lama-pun tidak apa-apa. kau mau kita bicara dimana? Dirumahmu?
Dirumahku? Atau kita mau cari tempat lain?”
“Dirumahmu saja.” Jawabku langsung. “Tunggulah 10
menit lagi, aku akan berganti baju lalu kerumahmu.”
“Baiklah.”
Dengan ragu-ragu aku kemudian berlari melewatinya
yang masih diam di tempat kemudian masuk kerumahku.
@@@
Aku memencet bel rumah
Si-Won dan menunggu di depan pagar rumahnya yang merupakan pagar paling mewah
dibandingkan rumah disekitarnya. Tidak lama kemudian Si-Won muncul dan
membukakan pintu gerbang untukku. Ia tidak bicara sedikitpun, hanya senyuman
yang terus ada di bibirnya. Aku mengikutinya dari belakang sambil sesekali
melihat-lihat keadaan di dalam rumah yang tidak berubah sama sekali seperti
terakhir kali aku kesini.
Si-Won, seperti biasa, membawaku ke kamarnya. Kamar
Si-Won merupakan kamar kenangan bagiku karena disanalah aku sering menghabiskan
hari-hariku bermain dengannya. Tentu saja sudah amat lama aku tidak masuk ke
kamar ini. Terakhir kali aku kesini sudah 2 tahun yang lalu, satu hari sebelum
akhirnya Si-Won memutuskan untuk berpacaran dengan Soo-Young, pacar pertamanya.
Aku masih ingat bagaimana sedihnya saat aku mengetahui berita tersebut.
“Nah duduklah.” Siwon mempersilahkanku duduk di
kasurnya sementara ia menarik bangku lain untuk diduduki.
“Apa yang mau kau bicarakan?” Tanyanya langsung.
“Itu... Itu...”
Siwon menungguku berbicara.
“Itu... Apakah gosip itu benar?”
“Gosip apa?”
‘Gosip bahwa
kau putus dengan Jessica’ ingin rasanya aku berbicara seperti itu kepadanya
langsung.
“Hey, aku sedang bertanya gosip apa itu?”
Aku ragu sesaat untuk bertanya. Namun keingintahuanku
mengalahkan keraguanku sehingga aku mencoba memberanikan diri bertanya padanya.
“Gosip
bahwa kau... dan Jessica... Putus?” Kataku akhirnya.
Siwon
menatapku dengan tatapan yang tidak dapat kujelaskan.
“Tidak
apa-apa kalau kau tidak mau cerita, aku.... Sebaiknya aku pulang.”
Aku
bangkit berdiri dan bermaksud melangkah keluar dari kamar Si-Won. Baru saja aku
berjalan selangkah, aku merasa tanganku ditahan oleh seseorang.
“Jangan
pergi...”
Aku
mendengar Si-Won mengucapkan itu dari balik tubuhku. Pelan-pelan kubalikkan
tubuhku untuk melihatnya.
“Jangan
pergi....” Ucap Si-Won sekali lagi.
Aku
melihat Si-Won yang tertunduk lemas sambil masih memegang erat pergelangan
tanganku.
“Si-Won
ah... Aku...”
“Gosip
itu benar.” Ucap Si-Won memotong perkataanku. “Aku dan Jessica memang putus
kemarin malam.”
Aku
menatap Si-Won dengan pandangan tidak percaya.
”Aku
yang memutuskannya, karena... Aku menyukai wanita lain.”
“A...
Apa?”
“Aku
menyukai wanita lain.” Ulang Si-Won. “Wanita itu adalah wanita yang selalu ada
di sisiku, namun sejak 2 tahun yang lalu, sejak aku berpacaran dengan seseorang
bernama Soo-Young, ia mulai menjauhiku. Aku tidak tahu apa alasannya menjauhiku
secara tiba-tiba seperti itu padahal alasanku berpacaran dengan Soo-Young
adalah untuk membuatnya cemburu.
“Beberapa
hari setelah aku mulai pacaran dengan Soo-Young, muncul gosip yang benar-benar
menghancurkan mentalku. Aku mendengar bahwa wanita itu berpacaran dengan
seseorang dari kelas sebelah. Beberapa kali kucoba mendekatinya untuk mencari
kepastian, namun wanita itu hanya terus menjauh dan semakin menjauh dariku
sehingga membuatku pustus asa. Kemudian ditengah keputusasaan-ku, aku berpikir ‘bagaimana kalau aku berpacaran dengan
banyak wanita, apa ia akan cemburu padaku?’ begitu pikirku.
“Awalnya
kupikir rencana ini akan sukses dan wanita itu akan menunjukkan kecemburuannya
padaku. Namun aku salah! Ia sama sekali tidak menggubrisku. Ia bahkan terlihat
tidak peduli denganku dan tingkah playboyku sama sekali. Aku yang begitu
frustasi dengan kenyataan yang aku dapat menjadi semakin gila dan memutuskan untuk
terus-menerus menjadi playboy sampai akhirnya kemarin aku mengetahui bahwa
wanita tersebut sama sekali tidak berpacaran dengan pria dari kelas sebelah
itu.”
“Si-Won
ah...” Panggilku sambil memegang tangannya.
“Kau
ingin tahu siapa wanita itu?” Tanya Si-Won tanpa menggubris panggilanku.
“Emmm...
Apakau menurutmu tidak apa-apa untukku mengetahui siapa orang itu?” Tanyaku
ragu-ragu.
Si-Won
tertawa kecil kemudian berdiri dan secara tiba-tiba memelukku dengan amat erat.
“Wanita
itu adalah... Kau.” Bisik Si-Won tepat ditelingaku.
Mendengar
bisikan Si-Won tubuhku membeku seketika. Aku bahkan tidak dapat merasakan kapan
Si-Won melepaskan pelukkannya.
“Apa
kau kaget?” Tanya Si-Won.
“Si-Won
ah... Aku... Aku benar-benar tidak tahu.”
Si-Won
tersenyum kemudian kembali memelukku. “Tidak apa-apa. membuatmu tahu akan hal
ini sudah merupakan kelegaan besar untukku. Aku tidak menuntutmu untuk juga
menyukaiku.”
“Tapi
Si-Won ah... Bagaimana... Bagaimana jika ternyata aku juga... Menyukaimu?”
Perlahan
Si-Won melepaskan pelukannya dariku dan menatapku degan pandangan tidak
percaya. Melihat tatapan itu wajahku merah seketika.
“Benarkah
itu?” Tanya Si-Won tidak percaya.
Sebagai
ganti menjawab pertanyaannya aku memilih mengangguk dan terus-terusan menunduk
untuk menyembunyikan wajahku yang sekarang semerah tomat.
Si-Won
yang gembira dengan jawabanku bersorak kegirangan seperti seseorang yang habis menang
lotre.
“Kalau
begitu kau... Mau jadi pacarku?”
Aku
kembali mengangguk untuk kedua kalinya. Sebenarnya kali ini aku ingin menjawab ‘Tentu saja!’ dengan suara yang lantang
namun aku malu untuk melakukannya.
“Bagus!”
Teriaknya. “Namun sebelumnya ada satu hal yang ingin kulakukan padamu untuk
meresmikan hubungan kita.”
Aku
mengangkat wajahku. “Apa yang...”
Belum
sempat aku selesai bicara, Si-Won telah mendaratkan bibirnya di bibirku.
Walaupun ciuman itu tidak belangsung cukup lama namun aku yakin sensasi ciuman
ini akan ada di dalam otakku untuk selamanya.
“Bagaimana?”
Tanya Si-Won setelah ia menciumku. “Apa ciumanku bagus?”
Aku
menatapnya sambil tersenyum. “Tidak, kau payah!”
“Apa?”
“Kubilang
ciumanmu payah! Kau latihan dengan siapa sih selama ini? Dengan Soo-Young,
Seo-Hyun, Tiffany atau mungkin... Jessica?”
Si-Won
tertawa kecil. “Kau mau tahu aku latihan dengan siapa?”
Si-Won
kemudian menunjuk sebuah tomat segar yang ada di atas meja di samping kasurnya.
“Aku berlatih dengannya setiap pagi sebagai persiapan untuk menciummu!”
Aku
menatap Si-Won tidak percaya yang hanya ditanggapinya dengan tertawa. Ya, pacar
baruku yang satu ini memang senang sekali tertawa. Suatu saat nanti akan kubuat
dia tertawa sampai tidak bisa berhenti!
T A
M A T
kerennnnn chingu.ternyata mereka sama" suka
BalasHapusbuat ff yoonwon yg banyak ne chingu
Daebakk chingu
BalasHapusKeren,,suka skali
BalasHapusKeren,,suka skali
BalasHapus