Yang Populer.....

손님^^

Senin, 14 Mei 2012

Fan Fiction (Fanfic) - You're My Si-Won!!! *One shot

STARRING :
  • Choi Si-Won Super Junior
  • Im Yoon-Ah SNSD
  • Yoo-Ri SNSD
  • Jessica SNSD


Pernahkah kalian mencintai seseorang yang amat berbeda dengan kalian? Atau pernahkah kalian menonton serial Playful Kiss yang menceritakan kisah cinta antara pria super sempurna dengan wanita bodoh dan ceroboh? Mungkin seperti itulah hal yang aku alami sekarang. Aku, Im Yoon-Ah, menyukai seorang pria yang amat berbeda denganku. Ia adalah Choi Si-Won, pria terpintar di sekolahku. Selain pintar, wajahnya yang tampan membuat banyak surat cinta terdapat di lokernya setiap hari, kepribadiannya yang baik membuat seluruh guru di sekolahku sangat menyukainya, ditambah dengan predikatnya sebagai ‘Tuan Muda Hyundai’ karena ia merupakan anak laki-laki dari pemilik Hyundai Department Store.

Mungkin kalian akan berkata, ‘Hey bukankah ini sama saja dengan cerita playful kiss’ atau ‘Apa-apaan ini? Kenapa kau meniru kisah cinta Baek Seung-Jo dan Oh Ha-Ni?’. Bukan! Bukan maksudku untuk menirunya.  Aku amat kaget waktu pertama kali melihat serial itu ditayangkan di TV. Aku tidak pernah menyangka kalau di dunia ini ada seseorang yang bisa membuat cerita percintaan yang amat mirip dengan cerita cinta dalam kehidupannku.
                Sebenarnya ada beberapa hal yang membedakan antara kisah cinta dalam playful kiss dan kisah cintaku. Pertama; aku dan Si-Won adalah teman sejak kecil, tidak seperti Oh Ha-Ni dan Baek Seung-Jo yang tidak saling mengenal satu sama lain sebelum mereka masuk SMA. Kedua; aku tidak seperti Oh Ha-Ni yang berani menyatakan cintanya kepada Baek Seung-Jo dengan surat, aku lebih memilih memendam perasaanku sendiri selama bertahun-tahun dan berharap Si-Won akan mengetahuinya suatu saat nanti. Ketiga; Baek Seung-Jo tidak pernah diceritakan berpacaran walau dengan Hong Jang-Mi atau Yoon He-Ra—Wanita yang paling dekat dengan dirinya selain Oh Ha-Ni—atau wanita manapun, amat berbeda dengan Si-Won, yang sekarang sedang makan di meja yang tidak jauh dari meja tempatku bersama Jessica Jung, pacar barunya. Sejujurnya, selain predikat ‘Tuan Muda Hyundai’ yang melekat padanya, ia juga punya julukan lain yaitu ‘Playboy Choi’.
                “Yoon-Ah ya...”
                Lamunanku seketika itu hilang. Aku menengok dan mendpati Yoo-Ri sudah berada berada di sampingku. “Ah,  Kenapa?”
                “Kau tidak makan? Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.” Ucap Yoo-Ri sambil menunjuk-unjuk makananku yang masih utuh.
                “Nafsu makanku tiba-tiba hilang. Bagaimana kalau kita langsung ke kelas? Atau kita pura-pura sakit dan ke UKS? Aku malas masuk pelajaran Kim Sonsaengnim yang membosankan itu.” Ajakku kepada Yoo-Ri yang langsung ditanggapi dengan anggukan kepala setuju olehnya.
                Pelajaran matematika yang diajarkan oleh Kim Sonsaengnim memang membosankan namun biasanya aku hanya akan duduk di bangkuku dan menahan rasa kantuk yang disebabkan pelajaran yang membosankan itu.  Hari ini entah mengapa terasa berbeda bagiku setelah tadi pagi kudengar kabar bahwa Si-Won berpacaran dengan Jessica Jung, murid pindahan yang sudah menjadi bahan pembicaraan sejak awal kepindahannya. Aku mengakui kecantikan dan kepintaran Jessica yang membuatnya sangat populer sejak hari pertamanya di sekolah, namun aku tidak menyangka akan secepat itu Si-Won memulai hubungan barunya dengan wanita lain hanya selang beberapa hari sejak ia putus dari pacarnya yang bersekolah di sekolah lain.
                “Namanya juga ‘Playboy Choi’ pasti cadangan perempuannya banyak!” Kata Yoo-Ri tadi pagi ketika kuberitahu tentang berita pacarannya Si-Won dengan Jessica.
                “Lupakanlah si ‘Tuan Muda Hyundai’ itu dan beralihlah ke pria lain” Ucap Yoo-Ri selalu kepadaku setiap ada kabar kalau Si-Won mempunyai pacar baru.
                “Lihatlah Lee Hyuk-Jae itu, ia masih setia menunggumu untuk menjadi pacarnya selama bertahun-tahun! Lebih baik kau lupakan hubungan masa kecilmu dengan Choi Si-Won itu dan beralihlah kepadanya.” Ini adalah contoh ucapan Yoo-Ri kepadaku ketika tanpa sengaja ia melihat Lee Hyuk-Jae yang sedang mencuri-curi pandang kepadaku dari luar jendela kelas ketika ia sedang melewati kelasku.
                Ketika mengingat-ingat ucapan-ucapan Yoo-Ri kepadaku ini, entah mengapa hatiku miris mendengarnya. Bukan hanya karena Yoo-Ri adalah orang satu-satunya yang paling mengerti diriku tapi juga karena ucapannya itu, entah mengapa sangat mengena di hatiku dan membuatku sadar bahwa Si-Won bukanlah ditakdirkan untukku.
                “Aaahhh.... entah mengapa aku sangat kangen dengan tempat ini!” Teriakan Yoo-Ri lagi-lagi membuatku sadar dari lamunanku. “Kapan ya terakhir kali kita kesini untuk menghindari pelajaran matematika? Sepertinya sudah lama sekali sampai-sampai aku lupa kapan itu.”
                Aku tertawa kecil. “Bukankan itu baru dua bulan yang lalu, waktu kau bilang bahwa kau sedang sakit perut dan tidak minat belajar matematika lalu kita kesini.”
                “Ah, kau benar!” Yoo-Ri mengacungkan telunjuknya sambil tertawa.
“Yoon-Ah ya, bagaimana kalau pulang sekolah ini kita ke noraebang (tempat karaoke)?”Ajak Yoo-Ri.
                Aku berpikir sebentar kemudian mengangguk. Ya, menurutku berkaraoke ria mungkin bisa meringankan sedikit kesedihanku karena Si-Won hari ini.

@@@

Hujan turun hanya rintik-rintik ketika kami keluar dari noraebang dan pergi ke tempat fast food terdekat untuk mengisi perut kami, namun ketika kami mulai memakan makanan kami, hujan turun dengan amat derasnya disertai dengan kilat yang benar-benar menakutkanku.
                “Bagaimana ini... Sepertinya hujan belum menunjukkan tanda-tanda mau berhenti.” Ucap Yoo-Ri kecewa sambil melihat ke luar lewat jendela kaca yang ada di sebelah kami.
                “Sepertinya kita terpaksa menunggu disini.” Ucapku sama kecewanya dengan Yoo-Ri. Badanku rasanya amat lelah dan tidur adalah satu-satunya hal yang ingin aku lakukan sekarang setelah puas berteriak-teriak tadi.
                Kami berdua terdiam selama beberapa saat dan terus melihat ke luar jendela, memandangi keadaan langit yang tidak menunjukkan tanda-tanda hujan akan berhenti. Petir beberapa kali menyambar dan itu cukup menyeramkan untukku sehingga membuatku mengalihkan pandanganku ke tempat lain. Saat itulah, setelah beberapa kali mengalihkan pandanganku dari jendela kaca yang ada tepat di sebelahku, mataku bertemu dengan matanya. Mata yang benar-benar amat kukenal. Mata yang mempunyai sorot yang amat tajam namun menyejukkan itu memandangku dengan ekspresi aneh sekaligus bertanya-tanya. Sedetik kemudian pemilik mata itu, bersama dengan seseorang disebelahnya, menghampiri mejaku dan Yoo-Ri kemudian berkata, “Astaga, apa yang kau lakukan disini, saat petir sedang menyambar-nyambar seperti ini? Bukankan kau takut petir?!”
                Aku terdiam, tidak bisa berkata apa-apa. tatapanku turun dari matanya ke tangannya yang sekarang sedang menggandengan tangan seorang wanita. Entah mengapa hatiku sakit bagaikan ada pisau yang mengiris-irisnya.
                “Choi... Choi Si-Won... Apa yang kau lakukan disini?” Yoo-Ri memecahkan keheningan, membuatku sadar.
                “Makan, tentu saja. Memangnya apa lagi yang bisa dilakukan disini selain memesan makanan untuk mengisi perut yang lapar.” Ucap Si-Won, masih dengan menggandengan Jessica Jung yang ada di sebelahnya.
                Sebelumnya sudah kujelaskan bahwa langit tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengakhiri hujannya, namun  petir berkurang dan hujan agak mereda begitu Si-Won menampakkan dirinya di hadapanku. Seperti Sihir!
                “Ah, hujannya sepertinya sudah agak reda, kau mau pulang bersama?” Ajak Siwon sambil tersenyum kepadaku. Senyumannya itu, entah mengapa bisa membuatku mengangguk tanpa pikir panjang!

@@@

                “Kau ingat kan tentang teman masa kecilku, Yoon-Ah, yang kemarin kuceritakan kepadamu?” Siwon sedang menyetir dan berbicara dengan Jessica yang duduk di sebelahnya.
                “Ah! Temanmu yang kau ceritakan pernah mandi bersamamu saat kalian berumur 3 tahun? Si ‘ciuman pertama’ itu kan?” Jawab Jessica dengan lantang kemudian menghadap ke bangku belakang—ke arahku—dengan senyumannya. “Aku sangat iri denganmu.”
                Wajahku seketika memerah. Mendengar ucapan Jessica itu, Yoo-Ri langsung menatapku, menuntut penjelasan.
                “Itu... Itu hanya kenangan masa kecil.” Ucapku tanpa berpikir. Aku memang sudah tidak bisa berpikir sekarang.
                Siwon hanya tertawa kecil, matanya masih fokus memperhatikan jalan yang basah akibat hujan. Akupun hanya diam dan bicara seadanya sambil berusaha menghindari kontak mata dengan Jessica yang terus-terusan menanyaiku tentang Si-Won ketika masih kecil.
                “Yak, Sampai!” Ucap Si-Won ketika mobilnya berada tepat di depan rumah Yoo-Ri. Yoo-Ri kemudian memakai tasnya, mengucapkan terima kasih kepada siwon dan selamat tinggal kepadaku serta Jessica.
                Selang beberapa menit kemudian mobil Si-Won sampai disebuah rumah berpagar merah. Rumah itu amat indah karena dikelilingi taman disekitarnya. Rumah itu adalah rumah milik Jessica yang ternyata jaraknya tidak begitu jauh dari rumah Yoo-Ri. Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada kemi berdua, Jessica memasuki rumahnya yang yang indah itu dengan perlahan. Dari belakang, langkah Jessica terlihat bagaikan model yang sedang berjalan di catwalk.
                “Apa yang kau lamunkan disana? Cepat pindah kedepan, memangnya kau kira aku supir.” Kata Si-Won sambil menatapku lagi-lagi dengan senyuman mautnya yang membuatku segera berpindah dari kursi belakang ke kursi depan yang barusan ditempati Jessica.
                “Menurutmu Jessica bagaimana? Bagus kan?” Siwon memlai percakapan.
                “Ah, emmm... Ya.... Baik.” Jawabku asal.  Aku terlalu kaget dengan pertanyaan Si-Won yang tiba-tiba itu.
                “Hanya... Baik?”
                Aku menatap Siwon. Ia sepertinya menuntutku untuk memberikan jawaban yang lebih baik.
                “Maksudku... Jessica Baik untukmu. Sepertinya kalian akan cocok.”
                Si-Won tersenyum, “Benarkah?”
                Aku mengangguk. Hatiku kembali terasa sakit seperti teriris pisau.
                Keadaan kembali hening. Perjalanan dari rumah Jessica sampai ke rumahku dan rumah Si-Won yan berdekatan memang cukup jauh, ditambah dengan macetnya jalanan karena sekarang jam pulang kerja, alhasil kami hanya terjebak di kemacetan tanpa bergerak sedikitpun.
                “Haaahhh... Bagaimana ini? Macet begini bisa-bisa baru sampai rumah malam.” Ucap Siwon sambil menyandarkan tubuhnya.
                “Bagaimana dengan pacarmu? Dia tidak menghubungimu?”
                Pertanyaan Si-Won membuatku mengerutkan kening. ‘Pacarku’ katanya? Sejak kapan aku punya pacar?
                “Ya! kalau orang bertanya padamu kau harus menjawabnya.”
                “Aku tidak punya pacar.” Jawabku singkat, toh memang itu yang sebenarnya.
                “Apa? Kau mau berbohong kepadaku ya? Kau kira kau tidak tahu kalau kau pacaran dengan anak kelas B. Siapa namanya? Lee Hyuk... Jin?”
                Aku menatap Si-Won dengan tatapan bingung. “Aku belum pernah dengar ada murid bernama Lee Hyuk-Jin di angkatan kita. Apa maksudmu Lee Hyuk-Jae, ketua kelas di kelas B?”
                “Aaahh... Jadi namanya Lee Hyuk-Jae?” Siwon mengangguk-angguk. “Apa Hyuk-Jae itu tidak menghubungimu? Kulihat sejak tadi kau tidak memegangi ponselmu sama sekali.”
                Aku melihatnya dengan tatapan bingung. “Memangnya untuk apa dia menghubungiku?”
                “Bukankah kau pacanya?” Siwon membalikkan pertanyaan.
                Aku tertawa kecil. “Astaga! Kau dapat gosip dari mana sih? Aku tidak pacaran dengannya. Aku bahkan tidak begitu mengenalnya.”
                Si-Won menatapku dengan pandangan tidak percaya. “Kau serius?”
                Aku mengangguk. “Aku 1000% serius!”
                Si-Won tersenyum. “Baguslah! Karena sepertinya..... aku masih belum bisa melepaskanmu ke pria lain.”
                Kini berganti aku yang memandang Si-Won dengan pandangan tidak percaya.

@@@

“APA?? SI-WON BILANG SEPERTI ITU??”
                Yoo-Ri berteriak tepat di telingaku. Walaupun hanya melalui telepon tapi suaranya amat kencang seperti ia benar-benar ada di sebelahku.
                “Kau tidak salah dengar kan? Masa Si-Won bilang begitu?” Lagi-lagi Yoo-Ri menyatakan ketidakpercayaannya.
                “Sepertinya sih tidak!” Jawabku kurang meyakinkan meyakinkan.
                “Haaahhh...” Terdengar suara helaan dari Yoo-Ri. “Apa sih sebenarnya yang Si-Won pikirkan dengan berkata seperti itu? Memangnya dia ingin memiliki seluruh perempuan di dunia ini?!”
                “Su... Sudahlah, lebih baik kita lupakan hal ini, ya?”
                “Benar, lebih baik hal ini dilupakan. Memikirkan perkataan si ‘Tuan Muda Hyundai’ itu hanya membuatku emosi.”  Ucap Yoo-Ri. “Ah, ngomong-ngomong apa maksud dari perkataan Jessica tadi sore? Waktu dia bilang ‘ciuman pertama’?”
                Mendengar pertanyaan Yoo-Ri tiba-tiba saja tubuhku membeku seketika. “Itu... Itu...”
                “Apa?”
                “Itu... Itu hanya lelucon masa kecil kok.” Jawabku sambil menggaruk-garuk kepala yang padahal sama sekali tidak terasa gatal.
                “....”
                “ Yoo-Ri...”
                “Aku tahu kau sedang berbohong, kau pasti sedang garuk-garuk kepala kan sekarang?”
                Aku langsung buru-buru menurunkan tangan kiriku dari kepala. “Bagaimana...”
                “Kau pikir aku orang yang baru mengenalmu, hah? Selain orangtua-mu dan Choi Si-Won si playboy itu, akulah orang yang paling mengenalmu. Nada bicaramu akan jadi aneh dan kau akan selalu menggaruk-garuk kepalamu ketika kau berbohong.”
                “Benarkah?” Tanyaku tak percaya.
                “Tentu saja! Maka dari itu, jangan coba-coba berbohong padaku!” Ucap Yoo-Ri tegas. “Aku mengantuk, kita teruskan besok ya. Ingat! Kau hutang penjelasan padaku.”
                Telepon terputus.

@@@

                Pagi ini merupakan pagi yang amat mendebarkan untukku. Ketika kakiku baru menginjak lantai sekolah, aku dikejutkan dengan omongan seorang hobae (junior) yang membicarakan tentang Si-Won. Walaupun aku tidak mendengar keseluruhan ucapan mereka namun ada satu hal yang aku tangkap dan merupakan inti pembicaraan mereka yaitu berakhirnya hubungan Si-Won dengan Jessica. Aku juga sayup-sayup mendengan kata ‘mading’ disebutkan oleh salah seorang dari mereka yang membuatku langsung berlari ke arah mading sekolah yang letaknya amat berlawanan dengan ruang kelasku. Ternyata benar! Sepertinya dari sanalah asal gosip ini beredar di sekolah. Rupanya ada seseorang yang menyebarkan berita ini lewat mading sekolah. Seseorang yang tidak mencantumkan identitas dirinya sama sekali.
                Setelah beberapa kali membaca rtikel tersebut akupun memutuskan untuk kembali ke kelasku karena bel masuk sudah berbunyi. Dengan langkah gontai, aku menyeret kedua kaki ku untuk menaiki tangga sampai ke lantai 2. Aku masih tidak dapat percaya bahwa berita itu benar. Bukankah mereka baru saja berpacaran kemarin? Bukankah kemarin hubungan mereka baik-baik saja? Aku bahkan sempat beberapa kali melihat Si-Won yang tersenyum ketika membalas pesan singkat dari Jessica. Entaha mengapa semua kejutan ini benar-benar membuatku gila!
                “Kau sudah dengar? Si-Won digosipkan putus dengan Jessica!” Ucap Yoo-Ri bahkan sebelum aku sempat duduk di bangku ku.
                “Mereka baru saja berpacaran kemarin kan? Apa mungkin hubungan mereka hanya berjalan sesingkat itu?” Yoo-Ri kembali melanjutkan kata-katanya.
                Aku tidak menggubris perkataan Yoo-Ri sedikitpun dan berusaha mengalihkan perhatianku darinya dengan mengaduk-aduk isi tas ku seperti aku sedang mencari sesuatu di dalam tas.
                “Ya! Kau mendengarkanku tidak sih!” Yoo-Ri mulai kesal denganku yang tidak menggubrisnya sama sekali.
                “Ya, aku mendengarmu.” Jawabku singkat.
                “Lalu apa komentarmu tentang gosip ini?”
                Aku menaikkan pundaku, memberi isyarat bahwa aku juga tidak tahu harus berkata apa.
                “Haaahh.... Dasar.” Ucap Yoo-Ri kemudian kembali ke mejanya.
                Sepanjang pelajaran hari ini, entah mengapa aku benar-benar kehilangan konsentrasiku. Gosip putusnya Si-Won dengan Jessica yang bahkan aku belum tahu kebenarannya itu terus-terusan berputar diatas kepalaku, apalagi setelah aku tahu bahwa baik Jessica maupun Si-Won tidak masuk hari ini. Rasanya aku ingin cepat pulang kerumah, berganti pakaian lalu lari ke rumah SI-Won yang jaraknya hanya 3 rumah dari rumahku, menggedor-gedor pintunya lalu tanpa izin masuk ke kamarnya dan langsung bertanya tentang kebenaran gosip ini. Sungguh! Aku benar-benar sudah tidak tahan untuk mengetahui kebenarannya.
                Beberapa saat yang lalu saat jam istirahat tiba, Yoo-Ri sempat bertanya padaku bagaimana perasaanku sekarang. Apakah aku senang atau sedih? Gembira atau merasa bersalah? Karena menurutnya kalau sampai gosip ini benar, kemungkinan besar ucapan siwon padaku kemarin sorelah penyebabnya.
                “Tidak mungkin! Aku tahu benar siapa Si-Won dan aku juga tahu bahwa dia tidak menyukaiku sama sekali.” Jawabku tadi ketika Yoo-Ri selesai menyampaikan dugaannya.
                Aku amat yakin dengan jawabanku bahwa Si-Won tidak menyukaiku. Aku tahu bahwa selama ini ia hanya melihatku sebagai teman masa kecilnya, tidak lebih!
                Saat bel pulang sekolah berbunyi, secepat kilat aku keluar dari kelasku dan menuruni tangga dengan 2 anak tangga sekali lompat. Aku bahkan tidak menggubris Yoo-Ri yang memanggil-manggil namaku. Saat ini yang terpenting untukku adalah pulang dan mencari kebenaran dari Si-Won sekalipun kebenaran itu akan menyakitiku.
                Hanya butuh waktu 5 menit untukku sampai ke halte bus terdekat yang biasanya akan memakan waktu 10 menit berjalan kaki. Aku bahkan nekat menggedor-gedor pintu bus yang sudah berjalan dan minta dibukakan pintu sehingga diomeli oleh penumpang bus lainnya. Kata ‘Pulang’ dan ‘Rumah’ terus menerus menghinggapi otakku. Ketika turun dari bus-pun aku langsung berlari bagai dikejar setan, namun langkahku berhenti 50 meter sebelum aku sampai di gerbang rumahku. Kenapa? Karena aku melihatnya! Aku melihat orang itu!! Orang yang sejak tadi pagi amat ingin kutemui. Orang yang pintu rumahnya ingin kugedor-gedor untuk minta penjelasan. Orang yang telah membuatku berlari dari ujung jalan raya sampai ke tempat ini.
                Aku memandangnya. Wallaupun dari kejauhan, aku tahun bahwa pandangan mata kami bertemu. Aku bahkan melihatnya tersenyum begitu ia menyadari keberadaanku. Sedetik kemudian aku melihatnya berlari ke arahku, masih dengan senyumannya.
                “Kau sudah pulang?” Tanyanya ketika ia hanya berjarak 5 meter dariku.
                Aku hanya bisa diam. Tatapanku masih terpaku pada wajahnya.
                “Yoon-ah ya... Gwaenchanha?”
                “Aku... Aku...”
                “Kau kenapa? Kau sakit ya?” Tanya Si-Won kembali, kali ini ia memegang bahuku yang membuatku membeku seketika.
                “Bisakah... Kita bicara?” Aku memberanikan diri untuk bertanya. “Hanya sebentar, bisakah?”
                Tanpa banyak bicara ataupun bertanya, Si-Won mengangguk. “Lama-pun tidak apa-apa. kau mau kita bicara dimana? Dirumahmu? Dirumahku? Atau kita mau cari tempat lain?”
                “Dirumahmu saja.” Jawabku langsung. “Tunggulah 10 menit lagi, aku akan berganti baju lalu kerumahmu.”
                “Baiklah.”
                Dengan ragu-ragu aku kemudian berlari melewatinya yang masih diam di tempat kemudian masuk kerumahku.

@@@

Aku memencet bel rumah Si-Won dan menunggu di depan pagar rumahnya yang merupakan pagar paling mewah dibandingkan rumah disekitarnya. Tidak lama kemudian Si-Won muncul dan membukakan pintu gerbang untukku. Ia tidak bicara sedikitpun, hanya senyuman yang terus ada di bibirnya. Aku mengikutinya dari belakang sambil sesekali melihat-lihat keadaan di dalam rumah yang tidak berubah sama sekali seperti terakhir kali aku kesini.
                Si-Won, seperti biasa, membawaku ke kamarnya. Kamar Si-Won merupakan kamar kenangan bagiku karena disanalah aku sering menghabiskan hari-hariku bermain dengannya. Tentu saja sudah amat lama aku tidak masuk ke kamar ini. Terakhir kali aku kesini sudah 2 tahun yang lalu, satu hari sebelum akhirnya Si-Won memutuskan untuk berpacaran dengan Soo-Young, pacar pertamanya. Aku masih ingat bagaimana sedihnya saat aku mengetahui berita tersebut.
                “Nah duduklah.” Siwon mempersilahkanku duduk di kasurnya sementara ia menarik bangku lain untuk diduduki.
                “Apa yang mau kau bicarakan?” Tanyanya langsung.
                “Itu... Itu...”
                Siwon menungguku berbicara.
                “Itu... Apakah gosip itu benar?”
                “Gosip apa?”
                ‘Gosip bahwa kau putus dengan Jessica’ ingin rasanya aku berbicara seperti itu kepadanya langsung.
                “Hey, aku sedang bertanya gosip apa itu?”
                Aku ragu sesaat untuk bertanya. Namun keingintahuanku mengalahkan keraguanku sehingga aku mencoba memberanikan diri bertanya padanya.
“Gosip bahwa kau... dan Jessica... Putus?” Kataku akhirnya.
Siwon menatapku dengan tatapan yang tidak dapat kujelaskan.
“Tidak apa-apa kalau kau tidak mau cerita, aku.... Sebaiknya aku pulang.”
Aku bangkit berdiri dan bermaksud melangkah keluar dari kamar Si-Won. Baru saja aku berjalan selangkah, aku merasa tanganku ditahan oleh seseorang.
“Jangan pergi...”
Aku mendengar Si-Won mengucapkan itu dari balik tubuhku. Pelan-pelan kubalikkan tubuhku untuk melihatnya.
“Jangan pergi....” Ucap Si-Won sekali lagi.
Aku melihat Si-Won yang tertunduk lemas sambil masih memegang erat pergelangan tanganku.
“Si-Won ah... Aku...”
“Gosip itu benar.” Ucap Si-Won memotong perkataanku. “Aku dan Jessica memang putus kemarin malam.”
Aku menatap Si-Won dengan pandangan tidak percaya.
”Aku yang memutuskannya, karena... Aku menyukai wanita lain.”
“A... Apa?”
“Aku menyukai wanita lain.” Ulang Si-Won. “Wanita itu adalah wanita yang selalu ada di sisiku, namun sejak 2 tahun yang lalu, sejak aku berpacaran dengan seseorang bernama Soo-Young, ia mulai menjauhiku. Aku tidak tahu apa alasannya menjauhiku secara tiba-tiba seperti itu padahal alasanku berpacaran dengan Soo-Young adalah untuk membuatnya cemburu.
“Beberapa hari setelah aku mulai pacaran dengan Soo-Young, muncul gosip yang benar-benar menghancurkan mentalku. Aku mendengar bahwa wanita itu berpacaran dengan seseorang dari kelas sebelah. Beberapa kali kucoba mendekatinya untuk mencari kepastian, namun wanita itu hanya terus menjauh dan semakin menjauh dariku sehingga membuatku pustus asa. Kemudian ditengah keputusasaan-ku, aku berpikir ‘bagaimana kalau aku berpacaran dengan banyak wanita, apa ia akan cemburu padaku?’ begitu pikirku.
“Awalnya kupikir rencana ini akan sukses dan wanita itu akan menunjukkan kecemburuannya padaku. Namun aku salah! Ia sama sekali tidak menggubrisku. Ia bahkan terlihat tidak peduli denganku dan tingkah playboyku sama sekali. Aku yang begitu frustasi dengan kenyataan yang aku dapat menjadi  semakin gila dan memutuskan untuk terus-menerus menjadi playboy sampai akhirnya kemarin aku mengetahui bahwa wanita tersebut sama sekali tidak berpacaran dengan pria dari kelas sebelah itu.”
“Si-Won ah...” Panggilku sambil memegang tangannya.
“Kau ingin tahu siapa wanita itu?” Tanya Si-Won tanpa menggubris panggilanku.
“Emmm... Apakau menurutmu tidak apa-apa untukku mengetahui siapa orang itu?” Tanyaku ragu-ragu.
Si-Won tertawa kecil kemudian berdiri dan secara tiba-tiba memelukku dengan amat erat.
“Wanita itu adalah... Kau.” Bisik Si-Won tepat ditelingaku.
Mendengar bisikan Si-Won tubuhku membeku seketika. Aku bahkan tidak dapat merasakan kapan Si-Won melepaskan pelukkannya.
“Apa kau kaget?” Tanya Si-Won.
“Si-Won ah... Aku... Aku benar-benar tidak tahu.”
Si-Won tersenyum kemudian kembali memelukku. “Tidak apa-apa. membuatmu tahu akan hal ini sudah merupakan kelegaan besar untukku. Aku tidak menuntutmu untuk juga menyukaiku.”
“Tapi Si-Won ah... Bagaimana... Bagaimana jika ternyata aku juga... Menyukaimu?”
Perlahan Si-Won melepaskan pelukannya dariku dan menatapku degan pandangan tidak percaya. Melihat tatapan itu wajahku merah seketika.
“Benarkah itu?” Tanya Si-Won tidak percaya.
Sebagai ganti menjawab pertanyaannya aku memilih mengangguk dan terus-terusan menunduk untuk menyembunyikan wajahku yang sekarang semerah tomat.
Si-Won yang gembira dengan jawabanku bersorak kegirangan seperti seseorang yang habis menang lotre.
“Kalau begitu kau... Mau jadi pacarku?”
Aku kembali mengangguk untuk kedua kalinya. Sebenarnya kali ini aku ingin menjawab ‘Tentu saja!’ dengan suara yang lantang namun aku malu untuk melakukannya.
“Bagus!” Teriaknya. “Namun sebelumnya ada satu hal yang ingin kulakukan padamu untuk meresmikan hubungan kita.”
Aku mengangkat wajahku. “Apa yang...”
Belum sempat aku selesai bicara, Si-Won telah mendaratkan bibirnya di bibirku. Walaupun ciuman itu tidak belangsung cukup lama namun aku yakin sensasi ciuman ini akan ada di dalam otakku untuk selamanya.
“Bagaimana?” Tanya Si-Won setelah ia menciumku. “Apa ciumanku bagus?”
Aku menatapnya sambil tersenyum. “Tidak, kau payah!”
“Apa?”
“Kubilang ciumanmu payah! Kau latihan dengan siapa sih selama ini? Dengan Soo-Young, Seo-Hyun, Tiffany atau mungkin... Jessica?”
Si-Won tertawa kecil. “Kau mau tahu aku latihan dengan siapa?”
Si-Won kemudian menunjuk sebuah tomat segar yang ada di atas meja di samping kasurnya. “Aku berlatih dengannya setiap pagi sebagai persiapan untuk menciummu!”
Aku menatap Si-Won tidak percaya yang hanya ditanggapinya dengan tertawa. Ya, pacar baruku yang satu ini memang senang sekali tertawa. Suatu saat nanti akan kubuat dia tertawa sampai tidak bisa berhenti!


T  A  M  A  T

4 komentar: